Selasa, 21 Mei 2013

Sejarah Panjang Nusantara ( Meniti jejak-jejak sejarah Nusantara bagian 1 )

Banyak sekali penafsiran umum akan nama Nusantara, mungkin yang paling populer adalah rujukan
penamaan Nusantara yang dapat diakses di situs Wikipedia, di sana disebutkan bahwa ‘Nusantara
merupakan istilah yang dipakai oleh orang Indonesia untuk menggambarkan wilayah kepulauan
Indonesia dari Sabang sampai Merauke’; pertanyaannya, apakah hanya sebatas itu sajakah wilayah
Nusantara dulu?


Nusa sendiri sering diartikan dengan pulau atau kepulauan, penamaan dari leluhur kita dahulu dalam
bahasa sansekerta, sedang dalam bahasa sansekerta dengan peradaban yang lebih lama, istilah Nusa
disebut dengan Nuswa.


Hasil dari penelitian kita terhadap beberapa rontal kuno dan beberapa prasasti, Nuswantara [atau
Nusantara] adalah gabungan dari dua kata, Nuswa atau Nusa, dan Antara. Nuswa sendiri dalam
bahasa sansekerta kuno mempunyai arti “sebuah tempat yang dapat ditinggali”, jadi tidak disebutkan
secara jelas bahwa itu adalah pulau. Seharusnya kita membuka mata dan pikiran lebar-lebar untuk
memaknai ‘sebuah tempat yang dapat ditinggali’ adalah tidak terbatas hanya di daratan yang ada di
muka bumi ini; lautan, dasar laut, tempat di luar bumi atau bahkan tempat di luar galaksi kita-pun adalah
tempat yang dapat ditinggali.


Dalam beberapa serat kuno-pun pernah tertera kata ‘Antariksa’ yang menandakan bahwa sesuatu
jangkauan yang jauh dari letak bumi-pun sudah dikenal oleh para leluhur Nuswantara.


Menurut Sastra-Jendra [catatan alam raya], leluhur kita membahasakan ‘Bumi’ dengan nama
‘Arcapada’ dan tempat kita hidup di atas bumi itu yang dinamakan lapisan bumi pertama atau Eka
Pratala, dan semuanya terdapat 7 lapisan sampai ke Sapta Pratala [inti bumi atau magma bumi]. Di luar
Arcapada, tertera nama Dirgantara yang maknanya adalah lapisan sejauh burung dapat terbang paling
tinggi, kemudian terdapat Angkasa yang maknanya adalah lapisan dari atas Dirgantara sampai ke batas
atmosfir paling tinggi, dan di luar atmosfir itulah yang disebut dengan Antariksa.


Konsepsi dari Nuswantara sendiri adalah sebuah kesatuan wilayah yang dipimpin oleh suatu
pemerintahan [kerajaan] secara absolut. Jadi dalam Nuswantara terdapat satu Kerajaan Induk dengan
puluhan bahkan ratusan kerajaan yang menginduk [bedakan menginduk dengan jajahan].


Dalam sebuah periodesasi jaman, kerajaan induk itu mempunyai seorang pimpinan dengan
kewenangannya yang sangat absolut, sehingga kerajaan-kerajaan yang menginduk sangat hormat dan
loyal kepada Kerajaan Induk dan satu sama lain antara kerajaan yang menginduk akan saling bersatu
dalam menghadapi ancaman keamanan dari negara-negara di luar wilayah Nuswantara, tak pelak
kesatuan dari Nuswantara sangat disegani, dihormati dan ditakuti oleh negara-negara lain pada jaman
dahulu.


Terdapat lagi istilah Salaka Nagara, istilah Salaka Nagara lebih merupakan sebuah status untuk
beberapa periodesasi masa gemilang dari Nuswantara. Dalam bahasa sansekerta, salaka berarti
seluruh alam raya, jadi pada saat ada salah sebuah Kerajaan Induk Nuswantara yang statusnya Salaka
Nagara, berarti pada masa itu semua kerajaan yang ada di muka bumi ini mempunyai pimpinan tunggal,
atau secara absolut Kerajaan Induk itu menguasai seluruh pemerintahan yang ada di muka bumi ini,
dalam sejarah gemilangnya tercatat banyak Kerajaan Induk di Nuswantara yang statusnya Salaka
Nagara, semisal : Kerajaan Keling, Kerajaan Purwadumadi, Kerajaan Medang Gili, Kerajaan Medang
Ghana, Kerajaan Medang Kamulyan, dll.


Kerajaan Induk biasanya dipimpin oleh seorang raja dengan gelar Sang Maha Prabu atau Sang Maha
Raja, bergelar Sang Maha Ratu apabila dipimpin oleh seorang perempuan, pada periode jaman
sebelumnya dengan Sang Rakai atau Sang Mapanji, serta dibantu oleh Patih [sekarang setara dengan
Perdana Menteri] yang bergelar Sang Maha Patih.


Sedangkan kerajaan-kerajaan yang menginduk, istilah Kerajaan juga seringkali disebut dengan
Kadipaten yang dipimpin oleh raja yang bergelar Kanjeng Prabu Adipati atau Kanjeng Ratu Adipati
[apabila dipimpin oleh seorang raja perempuan], dan Patih-nya bergelar Sang Patih.


Pimpinan Kerajaan Induk tidaklah selamanya turun-temurun, tidak tergantung dari besar-kecilnya
wilayah, tapi dilihat dari sosok pimpinannya yang mempunyai kharisma sangat tinggi, kecakapannya
dalam memimpin negara dan keberaniannya dalam mengawal Nuswantara, sehingga negara-negara
lain [kerajaan yang menginduk/Kadipaten] akan dengan suka rela menginduk di bawah sang pemimpin,
apalagi sang pemimpin biasanya dianggap mewarisi perbawa dari para Dewa, dalam pewayangan-pun
beberapa nama raja disebutkan sebagai Dewa sing ngejawantah.


Dan apabila setelah sebuah periode pemerintahan berakhir, tampuk kepepimpinan Kerajaan Induk
bergeser ke pimpinan dari negara yang berbeda, maka status kerajaan induk yang lama berubah
menjadi Kadipaten.


Nuswantara, atau Indonesia kini [dari bahasa melayu dan pengembangan penamaan wilayah nusantara pada
jaman masa kolonial], dahulu dikenal dunia sebagai bangsa yang besar dan terhormat. Orang luar bilang
Nuswantara adalah “Jamrud Khatulistiwa” karena di samping Negara kita ini kaya akan hasil bumi
juga merupakan Negara yang luar biasa megah dan indah.


Bahkan di dalam pewayangan, Nuswantara ini dulu diberikan istilah berbahasa Kawi/Jawa kuno, yaitu :


“Negara kang panjang punjung pasir wukir,
gemah ripah loh jinawi,
tata tentrem kerto raharja”
Artinya dalam bahasa Indonesia kurang lebih yaitu :
“ Luas berwibawa yang terdiri atas daratan dan pegunungan,
subur makmur,
rapi tentram, damai dan sejahtera “
Sehingga tidak sedikit banyak negara-negara lain yang dengan sukarela bergabung di bawah naungan
bangsa kita.


Hal ini tentu saja tidak lepas peranan dari leluhur-leluhur kita yang beradat budaya dan ber-etika tinggi.
Di samping bisa mengatur kondisi Negara sedemikian makmur, leluhur kita juga bahkan dapat
mengetahui kejadian yang akan terjadi di masa depan dan menuliskannya ke dalam karya sastra yang
bertujuan sebagai panduan atau bekal anak cucunya nanti supaya lebih berhati-hati dalam menjalani
roda kehidupan.


Akan tetapi penulisannya tidak secara langsung menggambarkan berbagai kejadian di masa
mendatang, digunakanlah perlambang sehingga kita harus jeli untuk dapat mengetahui apa yang
dimaksud dengan perlambang itu tadi. Digunakannya perlambang karena secara etika tidaklah sopan
apabila manusia mendahului takdir, artinya mendahului Tuhan yangMaha Wenang.


( Bersambung )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar